TANAH BUMBU (eMKa) – Upaya melestarikan Tenun Pagatan di Kabupaten Tanah Bumbu terus dilakukan banyak pihak. Terbaru, ada Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Sebanyak 20 penenun muda resmi tergabung dalam Kelompok Tenun Muda Majang Kaluku, yang dibentuk di Desa Manurung dan Desa Mudalang, Kecamatan Pagatan. Kelompok ini diharapkan menjadi regenerasi pengrajin sekaligus pionir adaptasi teknologi dalam pemasaran tenun tradisional.
Pembentukan Majang Kaluku merupakan bagian dari program Pengabdian kepada Masyarakat yang dilaksanakan oleh dosen Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Program ini didanai hibah Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) 2025 dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, dengan tim pelaksana Anjani sebagai ketua, bersama M. Najeri Al Syahrin dan Sri Hidayah dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), serta Akhsanul Rakhmatullah dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
Rangkaian kegiatan dimulai pada 30–31 Mei 2025 dengan pemetaan aktor, peran, dan kendala penenun di Pagatan. Tahap berikutnya, 26 Juli 2025, dilakukan analisis SWOT untuk memetakan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman usaha tenun. Puncak program berlangsung 27 Juli 2025, berupa pelatihan pembuatan konten dan digitalisasi usaha agar penenun mampu memanfaatkan teknologi untuk memperluas pasar dan meningkatkan efisiensi produksi.
Kepala Desa Manurung, Rusliyadi, menilai program ini tepat sasaran. “Program ini sangat bagus untuk mendorong keberlanjutan dan eksistensi Tenun Pagatan. Apalagi kegiatan ini mampu melahirkan kelompok penenun muda Majang Kaluku yang bisa menjadi regenerasi penenun agar tidak punah. Kami berharap gerakan dan kegiatan ini juga mampu mensejahterakan para penenun,” ujarnya.
Ketua tim pelaksana, Anjani, menambahkan bahwa selain pelatihan digital, penenun juga dilatih membuat narasi produk.
“Dalam kegiatan ini penenun juga diberikan kesempatan untuk membuat narasi produk agar produk tenun semakin diminati tidak hanya dari sisi ekonomi dan UMKM saja namun juga kaya narasi akan sejarah dan budaya lokal yang sangat kuat dalam produk tenun,” jelasnya.
Program ini juga menghidupkan kembali proses pembuatan motif tradisional seperti Majang Kaluku. Pewarnaan menggunakan ungu sintetis dan benang sutra, dimulai dari manggola benang (memintal), makkajuneng (menggeteng), mabebbe (membabat dengan tali rapia) untuk membentuk motif, merendam benang dalam larutan pewarna selama 6 jam hingga semalam, mengeringkan di bawah sinar matahari, membuka tali rapia, memindahkan benang ke bulo-bulo (bambu kecil), hingga proses penenunan.
Ke-20 anggota kelompok adalah Anis Aisyah (ketua kelompok), Nur Maymunah, Saudah, Eka Nor Hidayah, Dela Anjari, Anggi Anjelia, Mahdalena, Mis’adah, Nurul Jannah, Jamilah, Muhammad Hafi, Titin Mardina, Suherah, Wiyah, Mamah, Indah, Jumriati, Harimah, Abdul Rajak, dan Sakinah. (jrx/yve)